Selasa, 08 Januari 2013

Mengelola Berita & Mensikapi Perbedaan


يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَأٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ

Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. (QS 49: 6)

Saudaraku seiman rahimakumullah, mari kita buka kembali lembaran sejarah Rasulullah saw. Betapa susahnya beliau ketika tersebar berita bohong tentang perselingkuhan antara istri beliau Aisyah ra dengan Shafwan ra yang dimotori oleh Abdullah bin Ubay bin Salul. Padahal keduanya adalah orang-orang yang mulia dan bersih dari tuduhan kotor itu. Akan tetapi berita bohong sudah terlanjur menyebar ke seluruh pelosok negeri, banyak orang termakan olehnya, dan menciptakan instabilitas di dalam rumah tangga Rasulullah saw.

Di era Teknologi Informasi ini umat Islam harus belajar lebih disiplin dalam mengelola arus informasi yang mempunyai potensi ditumpangi oleh berita bohong. Yang pertama yang harus diperhatikan adalah tanggung-jawab kita sesama muslim yang digambarkan oleh Rasulullah saw bagaikan satu bangunan untuk saling melindungi dan saling mengokohkan satu bagian terhadap yang lain. Begitu pula untuk saling menutup aib satu terhadap yang lain, agar Allah menutup aib kita kelak di akherat. Untuk itu ketika kita mendengar berita yang tidak baik yang ditujukan kepada saudara kita sesama muslim, maka mestinya sikap yang kita tunjukkan adalah tidak percaya kepada berita tersebut, sampai kita mendapatkan bukti atau kesaksian dari orang yang diberitakan tersebut.

Ke dua, selalu ada dua sisi dari sebuah mata uang. Maka ketika menanggapi sebuah berita hendaknya kita tidak memandangnya dari satu sisi saja. Tidak hanya mempercayai satu pihak saja (yang memberitakan) tetapi juga mempertim-bangkan pandangan pihak lain yang menjadi obyek berita. Jangan sampai kita menjadi Dajjal (Pembohong) yang digambarkan oleh Rasulullah saw bermata satu, yang memandang persoalan hanya dengan sebelah mata. Allah swt mengingatkan jangan karena kebencian kita terhadap suatu kaum menyebabkan kita berbuat tidak adil. Berlaku adillah karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. (QS 5: 8).

Yang ketiga kalau kita mendengar berita miring tentang orang Islam atau sekelompok umat Islam hendaknya kita bertabayun, seperti dalam ayat yang dikutip di atas (QS 49: 6). Hendaknya kita menguji kebenaran berita tersebut kepada orang yang diberitakan dan mencari informasi terkait dari banyak pihak. Sehingga kita tidak keliru dalam mensikapinya dan tidak menimpakan mushibah kepada orang lain.
Seandainya kita menjadi anggota dari satu kumpulan masyarakat yang hidup secara berjama'ah,

maka tips yang ke empat Allah swt menuntunkan kepada kita untuk segera menyampaikan berita tersebut kepada pimpinan kita (QS 4: 83). Apalagi terhadap berita tentang keamanan. Berita yang belum jelas kebenarannya dapat menimbulkan masalah di tengah-tengah umat. Sehingga lebih aman bila ditangani oleh pimpinan. Setiap warga yang ingin mengetahui kebenaran berita itu dapat mengakses langsung kepada pimpinan mereka.

Ke lima, dengan ikhlas karena Allah semata kita menyampaikan teguran, nasehat dan saran yang membangun kalau kita menjumpai saudara kita dalam kekeliruan. Allah menuntun kita untuk tawashau bilhaq, tawashau bishshabr, dan tawashau bilmarhamah. Bahkan seandainya pimpinan melakukan kesalahan hendaknya sebagai makmum kita dengan ikhlas menyampaikan teguran. Rasulullah saw memberitakan bahwa orang beriman itu tidak keberatan melakukan tiga hal yakni beramal ikhlas karena Allah, menegur pimpinan, dan tetap berada dalam jama'ah.

Yang ke enam, di dalam menegur jangan ada perasaan sombong di dalam hati kita. Jangan sampai merasa bahwa diri kita lebih baik dari orang yang kita tegur. Mungkin dia salah atau jelek dalam satu hal, tetapi dia pasti memiliki kebaikan dalam banyak hal. Jangan pula merasa diri kita suci, hanya Allah saja yang mengetahui orang yang bertakwa (QS 53: 32).

Yang ke tujuh demi keselamatan kita masing-masing di hadapan Mahkamah Agung fi yaumilhisab kelak hendaknya kita tidak mencari-cari kesalahan orang lain (QS 49: 12). Biasanya orang yang mencari kesalahan orang lain itu disebabkan karena kekerdilan jiwanya. Sesak dada dan sempit hatinya ketika melihat kemajuan orang lain. Sehingga muncul niat jahat untuk menghambat, menjegal, bahkan merobohkannya. Persis seperti sikap orang-orang munafik yang diberitakan Allah dalam QS 4: 61 (Kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu.)

Yang ke delapan dengan semangat kebersamaan mari kita sama-sama ruju' ilal-haq. Lapang dada dalam menerima kebenaran meskipun berbeda dengan pengetahuan, pemahaman, dan keyakinan kita selama ini. Kita harus yakin al haq itu datangnya dari Allah, maka hendaknya kita tidak ragu-ragu dalam mengikutinya (QS 2: 147).

Yang terakhir, hendaknya kita berlapang dada dalam menerima perbedaan dan pandai mengembangkan sikap toleran. Jangan sampai kita menganggap orang yang berbeda pendapat sebagai lawan yang harus dijatuhkan. Mari kita sama-sama belajar dari Rasulullah saw dan para sahabat dalam mengelola perbedaan. Semoga Allah swt membimbing kita menuju persatuan, amin