Kamis, 24 November 2011

Bila Engkau Merasa Kecewa

Pernahkah engkau merasa kecewa? Berapa puluh kali engkau melamar pekerjaan, namun tak ada satu pun yang menerimamu? Apakah engkau marah? Lalu marah pada siapa? Pada diri sendiri, pada Allah SWT atau bahkan putus asa karena tidak bisa menggapai apa yang kau inginkan.
Setiap orang pasti pernah merasakanya. Namun, kebanyakan dari kita selalu dan selalu merasa sedih, kesal dan tidak menerima atas apa yang menimpa diri kita. Kita terlalu dibutakan oleh ego kita, oleh amarah kita. Saat kita sedih, kecewa—kita posisikan Allah di mana? Bahkan mungkin hanya sekali itu kita menyebut asma-Nya yang amat Agung, kita lupa akan kekuasaan Allah SWT.
Kita sah-sah saja dan wajib berusaha dalam menekuni pekerjaan kita. Akan tetapi tidak seharusnya kuasa Allah kita nafikan, karena Dia-lah yang menciptakan kita. Dia pasti lebih paham dengan apa yang telah diciptakan-Nya. Tidak mungkin kita bisa melawan kuasa-Nya. Allah pasti punya rencana lain yang jauh lebih baik dibandingkan keinginan dan harapan-harapan kita.
Kita harus sadar. Aku adalah seorang muslim. Aku adalah hamba Allah yang tidak luput dari cobaan. Ketika datang berlimpah kenikmatan, kita wajib bersyukur kepada-Nya. Sebaliknya, ketika tiba suatu musibah yang menimpa kita atau keluarga kita—kita mengucapkan Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun (Sesungguhnya kita milik Allah dan kepada-Nya kita kembali) serta tetap tabah atas musibah tersebut.
Jadi, kekecewaan, kesedihan, kesenangan dan kebahagiaan di dunia ini hanyalah ujian dan cobaan dari Allah sebagaimana dalam firman-Nya. “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati; Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan” (QS. Al Anbiyaa’, 21: 35)
Kita kecewa bukan berarti Allah tidak sayang, akan tetapi pada hakikatnya Allah sudah menyiapkan ganti yang lebih berharga dibanding keinginan yang kita idam-idamkan dan tidak terwujud. Berikut ini sebuah kisah yang cukup mengesankan dan membuat kita sadar akan pentingnya ber-husnudzan (prasangka baik) kepada Allah SWT.
Ada seseorang yang memiliki keinginan yang sangat untuk bisa tour ke Pulau Dewata, Bali. Setiap hari ia menabung uang di rumah secara rutin lima ribu sampai sepuluh ribu. Hingga sampai pada waktunya, uang tabungannya cukup untuk membayar biaya pulang pergi ke Pulau Bali. Lalu ia pun membayarkan uangnya kepada panitia penyelenggara.
Malam hari sebelum pemberangkatan, ternyata ia tidak bisa tidur nyenyak karena kegirangannya ingin melihat keindahan alamnya. Konon katanya di Pulau Bali banyak putri duyung, apalagi di pantai kuta. Pada pagi harinya rombongan satu bus pun berangkat, akan tetapi ia tertidur di rumah dan akhirnya ditinggal oleh panitia beserta rombongan bus.
Beberapa saat setelah keberangkatan bus, ia pun bangun dari tidurnya. Betapa kecewanya ia karena kejadian itu. Sampai-sampai ia mengatakan perkataan yang tidak seharusnya diucapkan.
“Kurang ajar! Aku ditinggal rombongan. Sudah dibarengi nabung tiap hari, malah pas waktunya berangkat tidak bisa ikut. Ya Allah, kenapa Engkau tidurkan aku. Coba kalau aku bangun, aku pasti bisa ikut rombongan bus ke Bali” katanya dengan perasaan kecewa dan kesal.
Tidak lama kemudian, masih pada hari itu juga—ia mendengar kabar bahwa rombongan bus tour ke Bali mengalami kecelakaan dan semua penumpang yang ada di dalamnya gosong dan meninggal dunia.
“Ya Allah, untung aku nggak ikut rombongan bus. Coba saja kalau aku ikut, pasti aku ikut-ikutan gosong dan mati di dalamnya” katanya penuh syukur setelah mendengar kabar berita.
Seseorang mungkin saja dan sangat dimungkinkan berburuk sangka pada Allah SWT atas kejadian buruk yang menimpanya. Namun, berburuk sangka itu sungguh lebih cenderung terjerumus pada dosa dan tidak sesuai dengan apa yang kita pikirkan. Allah Maha Adil, Allah punya hak prerogative yang tidak satu makhluk pun bisa mencegah-Nya. Dia Maha bijaksana atas apa yang dialami oleh makhluk-Nya. Sehingga kekecewaan yang kita rasakan, marilah diolah untuk bisa berubah menjadi suatu kenikmatan yang lain.
Yakinlah bahwa Allah tidak akan menzalimi makhluk-Nya. Dia sudah berjanji akan menolong hamba-Nya yang bertaqwa. Husnudzan pada Allah akan memberikan hasil yang baik, akan tetapi su’udzan (prasangka buruk) pada Allah akan memberikan hasil yang buruk. Oleh karena itu, apa pun yang menimpa kita—seyogyanya kita kembalikan pada Sang Maha Kuasa, Allah ‘Azza wa jalla, Dzat Yang Maha Agung dan Mulia.

Sumber : Kompasiana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar