Senin, 12 Desember 2011

Dari Tidak Apa-apa Merubah Malapetaka

“Tidak apa-apalah, namanya juga anak-anak!” Kata seorang suami kepada istrinya yang hendak menegur anaknya yang nakal.

“Tidak apa-apalah, kita korupsi sesekali. Kan bukan untuk memperkaya diri, cuma mencukupi kebutuhan saja.” Bisik seorang pegawai pada teman barunya.

“Tidak apa-apa kalau salah, toh Tuhan Maha Mengampuni!” Nasehat seorang kawan ketika temannya berbuat kesalahan.

Masih banyak tidak kata “Tidak apa-apa” lainnya dan membawa Nama Tuhan yang kerap kita ucapkan atau dengar.

Kenakalan seorang anak sedari kecil dibiarkan, kelak bisa menjadi kebiasaan. Bila sudah kebiasaan lama-kelamaan akan menjadi karakter. Kalau sudah terbentuk jadi karakter maka akan susah sekali diubah.

Begitu juga sikap kita terhadap kesalahan lain yang terjadi dalam hidup kita yang disikapi dengan tidak apa-apa dan kata penghiburan “Namanya juga manusia, kalau salah itu manusia alias wajar”.

Jadi kemudian kesalahan tanpa sadar dianggap sesuatu hal yang wajar. Padahal maksudnya bukan demikian. Kalau berulang-ulang bukan wajar lagi, tapi kurang ajar.

Apalagi dalam agama dikenal, bahwa Tuhan itu Maha Pemurah dan Maha Pemaaf.

Inilah kemudian dengan “licik” dan “cerdik” dimanfaatkan oleh kaum beragama untuk terus-menerus melakukan kesalahan demi kesalahan. Karena yakin dan percaya akan dimaafkan oleh Tuhan kalau mereka mau minta maaf.

Padahal kebenarannya bukanlah demikian adanya. Kalau sudah minta maaf dan dimaafkan, jangan mengulangi lagi. Tetapi bila terus-menerus melakukan kesalahan yang sama dan minta maaf, itu namanya mempermainkan Tuhan.

Lihatlah kenyataan dan keadaan kehidupan manusia jaman sekarang, karena diajari tidak apa-apa tentang kesalahan, maka manusia lebih berlomba-lomba dalam kesalahan daripada kebaikan.

Kejahatan apapun ada dan manusia begitu pintar menciptakannya.
Dari tidak apa-apa, kesalahan ada di mana-mana dan menghadirkan malapetaka kehidupan dengan moral etika yang semakin rendah.

Bicara tentang moralitas sudah dianggap ketinggalan jaman. Membahas budi-pekerti jadi bahan tertawaan dan tidak laku untuk menarik minat pembaca.
Padahal itulah adalah yang utama dan menjadi sendi kehidupan manusia dalam segala jaman.

Sumber : http://filsafat.kompasiana.com/2011/08/20/dari-tidak-apa-apa-merubah-malapetaka/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar